Aku pernah posting tentang “Menjadi Orang Tua yang Sesungguhnya” entah bulan berapa di blog ini (atau blog satu lagi ya? Lupa!). Postingan itu tercipta ketika anakku mulai masuk sekolah dasar. Kenapa aku baru ngerasa jadi orang tua yang sesungguhnya setelah dia masuk SD? Padahal sejak anakku lahir 7 tahun yang lalu seharusnya kan udah merasa jadi orang tua (ibu) yang sesungguhnya?
Iya sih.
Tapi gini, kalau anak kita masih bayi otomatis dia hanya akan berada dalam lingkungan rumah dan tetangga atau mungkin sesekali dengan keluarga lain dan teman-teman kita. Itu juga cuma sebentar. Dan akan selalu berada dalam pengawasan kita sendiri sebagai orang tua atau si mbak (pas awak lagi kerja).
Bahkan ketika dia memasuki masa pre school atau kindergarten. Meski si anak sudah mulai berinteraksi dengan orang lain yang disebut teman sekelas dan guru, kesulitan dalam memilih sekolah dan mendaftarkan anak itu tidak seperti ketika kita harus memilih dan mendaftarkan anak masuk SD.
SD yang aku maksud di sini ya SD Negeri sih ga tau deh kalo masuk SD Swasta. Karena memang menurutku sekolah dimana aja sama selama sekolah itu masuk ke kategori sekolah publik normal (artinya guru-gurunya jelas, muridnya pun jelas, gak sering banjir, nggak banyak preman, dll). Nah masuk SDN ini membutuhkan energi dan kestabilan emosional ketika anak kita berusia transisi antara 6 sampai 7 tahun. Sebab sistem penerimaannya adalah berdasarkan penduduk mana kita dan berapa usia anak. Anak-anak dengan usia yang lebih tua akan lebih diutamakan.
Cerita masuk SD-nya udahan deh karena alhamdulillah anakku sekarang mau naik ke kelas 2 (amiin). Nah, yang mau aku ceritain itu sebenarnya tentang betapa menjadi orang tua yang sesungguhnya itu gak melulu soal dimana anak sekolah, siapa aja teman-temannya, sepatunya merk apa (ehhhh). Tapi yang lebih penting juga adalah kebersihan lingkungan dan kesehatan anak.
Karena tiba-tiba saja, anakku terjangkit penyakit yang tengah mewabah yaitu demam berdarah (hikz) dan itu ga cuma mewabah di lingkungan sekolahnya tapi juga lingkungan RT-ku.
Niatnya 3 minggu lalu aku mau liburan ke Medan selama 6 hari sambil sekalian ziarah ke makam almarhum ayah ibuku, trus bisa ke kampus buat nanya-nanya tentang kuliah lanjutanku dan pastinya ketemu kawan-kawan lama. Tapi kenyataannya hari Jum’at malam sampe Medan, besokannya siang-siang pas aku lagi jalan ke Centre Point, enrico tiba-tiba demam dan panas tinggi, kepalanya sakit banget katanya. Karena masih panas dan sakit kepala aku berusaha kompres dia terus plus kasi PCT syrup. Hari pertama dan kedua ternyata demamnya nggak berkurang, maka pada hari ketiga terpaksa aku bawa dehh ke dokter (nyerah ini ceritanya) karena takut ada infeksi virus yang serem-serem.
Ternyata kata dokter SpA itu, aku harus nunggu lagi 2 hari untuk melihat demamnya masih atau nggak. Aku sih cuma takut demam berdarah aja. Tapi herannya koq dia malah ngasi anakku syrup ibuprofen padahal masih belom jelas itu demam karena apa. Ibuprofen ini adalah salah satu golongan obat analgetik dan antipiretik (analgetik adalah obat penghilang sakit, antipiretik adalah obat penurun panas) yang memiliki efek samping dapat mengencerkan darah. Sementara itu demam berdarah menyerang sel-sel trombosit yang merupakan zat pembeku darah. Jadi kalok digabung kan kebayang ya kaya apa situasi di dalam tubuh anakku nantinya.
Ibuprofen nggak aku kasi, tetep pake syrup PCT. Kompres juga. Malam terakhir di Medan aku mengunjungi abangku yang sekarang udah tugas di Medan, dan entah kenapa di sanalah bintik-bintik merah di badan enrico mulai muncul. Gede-gede dan ada titik kecil di tengahnya. Baru itu deh ngeliat asli kaya apa yang namanya bintik merah demam berdarah dan itu serem.
Oya, kondisi Enrico selama sakit itu gak seperti biasa kalo dia cuma demam dan sakit biasa. Biasanya dia juga tetap lari-larian dan main. Tapi selama demam itu dia maunya tidur aja di kamar, ditawarin main gak mau dan selalu bilang “Aku capek ma, mau tidur” -___-
Karena panik aku nurut aja deh apapun instruksi dari kakakku dan abangku, bawa ke lab untuk cek darah, trus tunggu 2 jam, tromobist 107.000 langsung bawa ke IGD RS Elisabeth (yang udah jadi langganan keluargaku).
Cuma beda 5 jam, trombosit enrico turun ke angka 63.000. Siapa coba yang nggak takut. Tapi itu belum seberapa karena hari kedua rawat inap trombositnya malah turun lagi ke angka 16.000. Dan aku cuma bisa nangis plus berdoa aja sama Tuhan.
Entah karena memang dah rejekinya si Faisal, apa memang Tuhan udah nunjukin jalan, aku disuruh ngasi ke anakku madu clover plus kapsul propolis yang dibuka cangkangnya trus isinya ditaburin ke air minum anakku. Katanya si Faisal sih itu cepet banget naikin trombosit dengan kondisi anakku yang nggak mau makan. Makan cuma 4 sendok itupun pake acara ngancem-ngancem dulu :(. Tapi alhamdulillah memang udah miracle dari Allah SWT, dengan cepat trombositnya naek lagi jadi 387.000 setelah dikasi minum suplemen itu. Dan akhirnya bisa keluar dari rumah sakit setelah rawat inap 6 hari (ngintip dompet).
Dan ternyata lagiii, persahabatan di dunia blogging itu gak sekedar basa-basi lho, di saat aku lagi bokek-bokeknya kaya gitu teman-teman blogger yang dikoordinir Ani, Melly, Alfan dan #DBloggerCare bantuin aku plus doain. Makasih yaa semuanya. ALhamdulillah enrico sekarang udah sehat dan bandel lagi dan mamanya pun udah bisa kerja lagi ^^.

Enrico, Daneswara, Aleandra
Kuala Namu Int Airport