[Book Review]: Rembulan Terbelah- Secepat Inikah Cinta Hadir dan Berlalu?

201986365_XL

Title:  Rembulan Terbelah

Started on: March 9th, 2013

Finished on: March 14th, 2013

Author: Dian Meliantari

Publisher: PT Penerbitan Pelangi Indonesia

Pages: 265 pages

Rembulan Terbelah sesungguhnya adalah bulan purnama yang tertutup kabut di bagian tengah. Sesungguhnya jika kabut yang mentupi bulan menghilang, maka yang muncul adalah bulan purnama. Dua bagian bulan yang menjadi satu.

Binar seorang anak perempuan yang lahir di sebuah desa bernama Padang Kandis yang terletak di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Dusun itu bernama Padang Kandis karena banyak sekali pohon Kandis yang buahnya berasa asam. Keseharian penduduk Padang Kandis adalah berkebun kopi. Jika musim panen tiba penduduk desa Padang Kandis akan memiliki penghasilan yang tinggi dari hasil panen mereka.

Binar dilahirkan dari seorang Ayah yang dari keturunan Jawa dan ibu yang penduduk asli Padang Kandis. Sejak Binar berusia 4 bulan  di dalam kandungan ibunya, Bapang (sebutan ayah di daerah Padang Kandis) telah meninggalkan Umak (sebutan untuk ibu di daerah Padang Kandis) karena penyakit Malaria tropicana yang menyerangnya. Sepeninggal Bapang, Umak pun semakin giat bekerja  di kebun kopi bersama Uwak Tuo (kakak dari ibu Binar). Namun pada suatu hari Umak merasa tak enak badan dan sakit sehingga Uwak Tuo harus membawanya ke rumah sakit di Lahat. Namun ternyata nyawa Umak pun tak tertolong lagi. Umak meninggal karena penyakit yang sama dengan Bapang. Sejak itu Binar menjadi yatim piatu dan diasuh oleh Uwak Tuo yang sangat mengasihinya.

Uwak Tuo mengasuh Binar dengan penuh kasih sayang karena ia tak memiliki anak. Binar adalah anak yang rajin membantu di rumah maupun di kebun kopi serta tak lupa terus belajar di sekolah yang merupakan Sekolah Dasar satu-satunya di Padang Kandis saat itu.

Sampai suatu ketika, Uwak Tuo mengalami kecelakaan terjatuh dan kakinya keseleo. Setelah beberapa kali diurut namun keadaan kaki Uwak Tuo tak bisa normal dan sekuat sebelumnya sehingga Uwak Tuo memutuskan untuk meminta bantuan orang lain mengurus kebun kopinya.

Penduduk desa Padang Kandis masih menganggap bahwa anak perempuan hanya cukup bersekolah sampai SD, setelahnya mereka sudah layak untuk menikah. Namun Binar tak seperti kebanyakan penduduk desa meski teman-temannya sudah ada yang disunting lelaki, namun Binar malah ingin sekali melanjutkan sekolah ke SMP. Tetapi ia tak berani mengutarakan maksudnya itu kepada Uwak Tuo karena ia sudah merasa bersyukur dirawat dengan penuh kasih sayang selama ini.

Uwak Tuo mengetahui niat Binar dan bertekad untuk mewujudkan cita-cita Binar melanjutkan sekolah. Tak tanggung-tanggung Uwak Tuo memutuskan untuk pindah ke kota Jakarta. Meski dilarang oleh adiknya, namun Uwak Tuo berkeras untuk mengadu nasib di ibukota dengan bantuan Bik Nur sepupunya yang sudah tinggal di Jakarta dan terbilang cukup berhasil.

Akhirnya Binar dan Uwak Tuo merantau ke Jakarta dan menempati ruko yang dimiliki Bik Nur tempat ia menjual barang-barang dagangannya berupa pakaian dan lainnya. Bik Nur mempercayakan toko Mawar untuk dijaga oleh Uwak Tuo sementara Binar bersekolah di SMP Pelita yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Binar dan Uwak Tuo menempati bagian lantai dua dari ruko itu. Bik Nur juga membiayai sekolah Binar di SMP sebagai bentuk kepeduliannya.

Di SMP Pelita yang ternyata sekolah dengan mayoritas siswa-siswi dari kalangan atas, Binar sangat sulit mendapatkan teman. Selain ia memang murid yang terlihat sederhana dalam berpakaian, ia pun agak kesulitan menangkap pelajaran karena kurikulum di Jakarta lebih maju daripada di desanya di Padang Kandis. Untunglah ia memiliki teman Lila, anaknya Bik Nur yang duduk di kelas 6 SD, Lila dengan tekun mengajari Binar banyak pelajaran terutama Matematika dan mereka berteman sangat dekat karena umur yang tidak berbeda jauh.

Beberapa kali Binar mencoba berteman dengan siswa di kelasnya namun ia tak berhasil menemukan teman dekat yang cukup lama. Ia pun sering duduk di mushala ketimbang ke kantin saat istirahat. Selain ia tak punya uang untuk membeli jajan, ia juga malu karena tak ada satu pun yang berniat berteman dengannya. Sampai suatu hari ia bertemu dengan Willy seorang siswa blasteran Australia yang bermata abu-abu dan disukai cewek-cewek di sekolahnya. Perkenalan mereka yang tanpa sengaja akhirnya mencipta sebuah jalinan persahabatan.

Willy ternyata seorang anak yang tidak bahagia karena kedua orang tuanya yang tinggal di Australia sibuk bekerja dan tak selalu memperhatikan Willy. Ia hanya ditemani supir dan pembantu di rumahnya. Kehadiran Binar ternyata tak hanya berkesan dalam persahabatan namun menimbulkan perasaan cinta di hati Willy. Namun saat lulus SMP mereka berdua harus berpisah, Willy kembali ke Australia bersama orang tuanya sementara Binar melanjutkan sekolah di SMA Pelita. Selepas SMA Binar dan Uwaknya pindah ke Bogor dan Binar menemukan Willy di facebook sehingga mereka dapat berkomunikasi kembali dan menjalin hubungan cinta jarak jauh.

Suatu hari WIlly berjanji akan datang untuk melamar Binar di Bogor, namun saat hari yang dijanjikan tiba Willy tak pernah datang serta tak berkabar lagi. Kemanakah Willy? Benarkah ia telah mengkhianati cintanya pada Binar?

***

Membaca buku ini rasanya seperti terseret-seret ke dalam kisah yang begitu memilukan. Masa kecil yang berat tanpa kedua orang tua, hidup di desa yang fasilitas pendidikannya terbatas lalu hijrah ke kota besar dengan perbedaan yang begitu nyata. Kehidupan remaja yang penuh dengan tekanan di sekolah pun masih dirasakan oleh Binar. Lalu ketika ia bahagia menemukan kisah cintanya, ia juga harus menemui cobaan tak dapat bersatu dengan lelaki yang dicintainya.

Binar adalah tokoh berkarakter kuat. Ia memiliki sisi positif yang diidamkan banyak lelaki. Bersemangat, cantik dengan matanya yang bulat, berkemauan keras dan memilki sifat keibuan yang lembut. Ia tak banyak mengeluhkan hidupnya yang sulit malah terus bersyukur karena masih memiliki orang-orang yang dicintai dan nasibnya yang cukup baik dapat meraih pendidikan lebih dari teman-temannya di desa. Tak heran jika Willy yang keras bisa jatuh cinta padanya padahal begitu banyak perempuan cantik lain yang berniat untuk dekat dengannya.

Secara keseluruhan buku ini bercerita dengan gaya bahasa yang sangat enak dibaca. Namun saya sungguh tak sabar menanti klimaksnya, karena kisah masa kecil Binar yang terlalu lama diceritakan.

Pelajaran yang bisa diambil dari buku ini selain kegigihan dan kemauan keras untuk mengejar cita-cita, tentunya kita juga harus jujur untuk meraih kebahagiaan agar Rembulan yang Terbelah dapat bersatu kembali menjadi Purnama yang indah.

7 thoughts on “[Book Review]: Rembulan Terbelah- Secepat Inikah Cinta Hadir dan Berlalu?

Leave a reply to gerhanacoklat Cancel reply