Ya ampun. Lima? Biasanya juga kalo ngasi kerjaan runtut cuman tiga. Sekali ini si bos mungkin sedang PMS ya? Padahal pagi ini aku udah dandan secantik-cantiknya. Lihatin nih, blus abu-abu dengan motif polkadot kecil yang ada kerah rufflenya trus pake kerut-kerut di pinggang biar keliatan tambah ramping, celana panjang item lurus yang pas banget di kaki. Udah terbukti sejak pagi, semua mata lelaki-lelaki itu tepat menuju ke arahku.
Lalu kenapa si bos jadi sok-sok marah gitu ya seharian ini?
Aku coba baca lagi deh emailnya. Satu, buat action plan untuk omzet yang turun month to date. Dua, cari motif batik baru yang lebih kreatif. TIga, follow up calon customer yang mau jadi reseller. Empat, arrange untuk product training buat spg. Lima, laporan penjualan weekly.
Dan semuanya itu dengan deadline besok pagi.
Aku membersihkan high heelsku yang tadi pagi kecipratan becek waktu nungguin si abang ojek yang biasa nganterin ke kantor. Tadi itu dia sedang bawa penumpang dan pake acara nitip pesan sama tukang soto ayam supaya si eneng (aku) nungguin dia bentaran. Demi si abang ojek yang udah langganan dan mengikat kontrak kerjasama perojegan maka aku rela menunggu ditemani semangkuk soto. Dan sekonyong-konyong terciprat air genangan sehabis hujan subuh tadi.
Ups. Si bos keluar ruangan.
“El, nanti kamu temani saya meeting jam dua after lunch”, sambil menyodorkan selembar kertas brosur warna-warni.
“Dengan siapa bu?” tanyaku mulai membacai kertas itu.
“Elaksa, katanya mereka mau bikin seragam”, sahutnya berlalu.
Kupandangi brosur itu. warna dasarnya hitam, beberapa bagian didominasi dengan warna merah. Tulisan besar-besar di bagian atasnya ELAKSA. Deep in music. Sebuah studio musik yang menyediakan layanan penggunaan alat-alat musik, juga menjual dan sepertinya mereka juga punya band dengan nama yang sama.
Brosur yang tak menarik. Aku menyisihkannya ke tumpukan kertas di bagian kiri. Tempat menumpuknya berbagai jenis kertas yang tak menarik.
Sekarang mulai pelan-pelan.
Satu, action plan.
***
Sekarang sudah jam satu siang. Dari pagi, tugas dari bu Irma baru tiga yang sudah kuselesaikan. Tinggal nyari motif baru dan laporan weekly. Padahal sebentar lagi meeting sama si Elaksa itu. Sepertinya bakal lembur aku.
Kuambil tas kerja biru tuaku. Merogoh sedikit dan mengeluarkan sisir. Yah, rapi-rapi dulu setelah selesai sholat zhuhur. Paling tidak harus tetap menjaga penampilan di hadapan calon pelanggan. Lagipula, hari ini sepertinya suasana hati Bu Irma dan suasana busananya cukup seragam. Gelap. jadi harus ada aku yang memberi keceriaan suasana nantinya supaya bisa deal.
Beliau yang baru saja kusebutkan itu mondar-mandir terus dari tadi. Ke toilet, balik ke ruangannya, ke toilet lagi, balik lagi. Ngecek ke meja Rahmat di belakangku. Bolak-balik dan setiap kali keluar dari toilet rasanya semakin rapi. Aku sedikit terganggu dengan lalu lintasnya karena mejaku terletak persis di sebelah kiri ruangannya. Tepat di hadapan Yunita sang sekretaris.
Oh ya, perusahaan tempatku bekerja ini memang bukan sebuah perusahaan yang terkenal dan besar. LENTIK namanya. Perusahaan ini dibangun dari nol oleh bu Irma dengan modalnya sendiri. Mula-mula kami hanya berlima. Bu Irma yang menjadi pemilik merangkap direktur, aku sebagai asisten dan sekaligus mengepalai divisi sales, Rahmat di bagian promosi, Winda sebagai bendahara dan Taufik yang dulunya bagian perlengkapan.
Tiga tahun yang lalu, perusahaan ini hanyalah sebuah gudang kecil tempat bu Irma menghasilkan batik rancangannya sendiri yang tak akan ditemukan di tempat lain dan hanya dijual dari tangan ke tangan. Dan sekarang ia telah memiliki 23 karyawan termasuk aku, lebih dari 200 tempat pendistribusian, dan pastinya tak hanya menjadi gudang kecil sumpek seperti dulu.
Posisiku sebagai Kepala Divisi penjualan memungkinkan aku harus berhadapan dengan banyak pelanggan. Dan semakin hari bu Irma pun semakin serius menekuni usahanya yang memungkinkan beban kerjaku lebih banyak. Tapi aku sangat menyukai baik tempat, bidang kerjaku bahkan bu Irmanya sendiri. Sosoknya sangat menginspirasi. penuh semangat.
Ia masih single di usianya yang sudah kepala tiga itu. Seingatku dia akan merayakan ulang tahun ke tiga puluh limanya tahun ini. Aku tak terlalu tau kehidupan asmara beliau karena ia sangat profesional. Tak pernah sekalipun memperlihatkan masalah pribadi di kantor.
Yunita memberi kode padaku. Sepertinya tamu kami telah datang. Ia meraih gagang telfon. Pasti mau memberitahu si bos. Aku merapikan rambut dan membedaki hidungku. Siap dengan berkas. Tinggal menunggu pintu ruangan itu membuka.
Mataku terbelalak takjub. Bu Irma tiba-tiba saja keluar dengan rambut tergerai. Oh la la. Tak biasanya beliau menggerai rambut ikalnya. Sepertinya tamu kita kali ini sangat istimewa. Hmmm jadi penasaran saya.
Tanpa perlu bicara beliau melirikku dengan ekor matanya. Itu adalah sebuah ajakan untuk keluar menerima tamu.
Aku mengiringi langkahnya, menuju ruang meeting di depan. Lilis, customer service kami menunjuk ke arah ruangan kaca yang di dalamnya telah duduk dua orang lelaki.
Bu Irma membuka pintu. Di dalam ruangan itu, duduk di ujung meja sebelah kanan seorang laki-laki yang begitu menarik perhatianku. Mengenakan kemeja putih, ia terlihat begitu segar. Yang satunya lebih muda dan tampan juga, duduk di sebelahnya. Mereka berdiri. Bu Irma menghampiri lelaki berkemeja putih itu. Mereka saling tersenyum dan bersalaman.
“Elena, ini Bapak Elang dari ELAKSA. Dan ini siapa ya?”, sahutnya menyodorkan tangan pada lelaki di sebelah Elang.
Aku pun tersenyum dan menyalami si Elang itu.
“Rudi”, sahut si tampan yang satu lagi.
“Saya Irma, ini sales manager saya, Elena. Mari semua silakan duduk”, sahutnya riang.
Begitu berbedanya beliau yang tadi pagi kutemukan bernuansa abu-abu sekarang menjadi merah muda.
Hm hm hm. Elang yang matanya Elang itu begitu mempesona. Bu Irma terlihat sumringah di depannya. Baik, mari kita mulai menjerat mereka.