#12 Kenangan Masa Kecilku

Meminjam judul buku kumpulan cerita pendek dari komunitas dblogger dimana aku juga ada di dalamnya, maka judul postingan ini sama dengan buku itu. Tantangan postingan hari keduabelas dari #20DaysBloggingChallenge ini masih dari Ina partnerinvain, cerita masa kecil apa yang nggak bisa dilupakan?

Hmm, ini tantangan yang gampang-gampang susah. Gampang karena banyak cerita masa kecil yang gak bisa dilupakan tapi ya gitu susah milah-milahnya kan.

Sebagai peserta KB (Keluarga Besar), ayah dan ibuku pastilah sangat repot dengan ketujuh anak-anaknya. Kami tinggal di sebuah rumah di kota Medan. Menurut almarhum ayahku, mereka berdua (ibu dan ayahku) sudah tinggal di rumah itu sejak menikah. Nggak paham juga gimana-gimananya yang jelas itu rumah sudah dibeli ayahku. Luas tanah dan bangunan gak pahamlah ga ngukur juga hihi. Aku sebagai anak nomor 6 tentu udah telat banget kan dengan cerita seperti apa rumah itu sebelumnya, cuma bisa melihat dari foto hitam-putih di album yang kemudian aku lihat.

Rumah kami dulunya terdiri dari 4 kamar tidur, 2 kamar mandi yang terletak bersebelahan dan di depannya ada semacam ruang cuci dan sumur (yang sampai sekarang masih ada karena katanya nggak boleh ditutup). Dengan jumlah anak 7 orang dan 6-nya perempuan maka akhirnya formasi lengkap pada tahun 1980 ketika adikku lahir. Saat itu abangku yang merupakan anak paling gede dan laki-laki satu-satunya sudah berusia 15 tahun (SMA). Bayangin aja anak SMA yang cowo gitu harus tidur satu kamar dengan dua adik perempuannya? Kan pasti lama-lama berasa aneh dia. Akhirnya saat masuk ke bangku kuliah abangku memutuskan untuk ngekos padahal sebenarnya bisa aja sih kalau dipaksakan bikin kamar satu lagi tapi kayanya dia modus aja itu mau ngekos.

Rumahku

Rumahku

Cerita yang masih kuingat semasa kecil itu saat aku usia 3 tahun. Di rumah ada beberapa orang asisten rumah tangga, ada yang bagian masak dan nyuci-nyuci ada pula yang bagian mengasuh anak. Sebelum aku lahir, asisten rumah tangga di rumah kami ada 4 orang, 2 orang menjaga anak sisanya membereskan rumah dan masak. Tapi ketika adikku lahir, otomatis pengasuh anak ditiadakan dan salah satu kakakku diajari cara menjaga adik. Ibuku itu guru sekolah jadi bisa dibilang beliau adalah ibu bekerja. Bayangin aja deh punya anak 7 orang, bantu suami ikut kerja kan wajarlah kalau di rumah harus dibantu sama asisten. Nah, ibu dan ayahku memang orang yang sangat cocok. Satunya keras dalam pendidikan formil dan disiplin (ibu) sementara yang satu lagi keras dalam pendidikan moral dan sikap (ayah). Di rumah, kakak-kakakku yang lebih besar sudah diajarkan bagaimana memasak, mencuci, membersihkan rumah. Sementara ibuku memang jiwa leadershipnya tinggi, tugasnya cuma ngatur-ngatur aja. Misalnya kakak nomor 2 tugasnya masak, nomor 3 cuci baju, sisanya dilakukan oleh asisten rumah tangga. Aku, kakak nomor 4 dan 5 serta adikku belum dapat tugas apa-apa. Kakak nomor 3 tugasnya menjaga aku dan adikku, entah kenapa memang dia yang paling cocok untuk masalah momong ini.

Gambar 7 Pahlawan (kata kakakku, Dewi)

Gambar 7 Pahlawan (kata kakakku, Dewi)

Karena memang hobi membaca, di rumah kami ibu dan ayahku selalu menyediakan buku dan majalah. Buku-buku dongeng HC Andersen, Grimm bersaudara dan kisah dongeng nusantara selalu dibacakan buat kami. Ketika itu aku pun sering diajari cara membaca, buku belajar membaca yang 1a sampai 1c itu sudah kulalap habis pada usia 3 tahun. Tapi karena masuk sekolah baru bisa usia 5 tahun jadi aku harus nunggu deh.

Waktu kecil aku termasuk anak yang susah disuruh pake baju (hahaha). Kalau di rumah maunya cuma pake celana dalam aja (duh!) bahkan ada beberapa foto aku yang topless gitu deh. Nggak ingat kapan mulai rajin pake bajunya tapi itu sekitar usia 2-3 tahun.

Setelah masuk sekolah aku ingat satu kejadian yang lucu. Ceritanya kan anak-anak SD suka didatangi dokter untuk kasi suntikan immunisasi gitu. Nah, waktu itu ada immunisasi untuk penyakit cacar yang datang ke rumah-rumah. Aku masih kelas 1 SD umurku 5 tahun, kakakku Dewi kelas 3 dan kak Opi kelas 4. Nah kami bertiga ini yang jadi sasaran sang dokter suntik. Pas dokternya datang mereka langsung disuntik di lengan dan nangis dengan sukses di ruang tamu. Sementara itu aku berusaha bertahan untuk nggak mau disuntik. Bahkan niat banget kejar-kejaran sama dokter itu keliling-keliling ibuku, trus lari ke kamar belakang, tutup pintu tapi karena memang pintunya gak punya kunci akhirnya si dokter berhasil masuk dan akupun menyerah.

Dari kecil aku memang udah suka minum kopi. Mula-mulanya karena almarhum kakekku yang sering minum kopi tubruk sambil baca koran sore-sore di teras depan. Kakek biasanya nyuruh aku beli rokok comfil (ini istilah rokok Commodore filter), trus aku duduk di sebelahnya. Kalau kakek masuk ke dalam rumah aku diam-diam minum dari gelas kopinya. Pertama minum, aku merasa itu minuman yang enak banget, lama-lama ketagihan trus dengan curangnya selalu minta dibikinin kopi nescafe bubuk sama asisten rumah tangga. Dianggap keterlaluan karena ngopi mulu, suatu hari ibuku sengaja meletakkan ulat kecil di gelas kopiku. Aku nangis dan gak mau minum, akhirnya dibuanglah kopi itu. Tapi jangan salah, seminggu kemudian aku masih aja minum kopi lagi. Dan ibuku akhirnya menyerah. Selain kebiasaan minum kopi, kami sekeluarga juga suka banget sama milo panas atau milo dingin atau milo tanpa air. Jadi milo disendok langsung masukin mulut. Enak banget. Kebiasaan minum milo ini berlangsung terus sampai kami dewasa bahkan saat aku ketemu omku (adik alm ayahku) ternyata dia masih suka minum milo. Jadi paham dari siapa itu kebiasaannya.

Tempat Duduk-duduk santai di pekarangan samping rumah Bendera indonesia, jepang, swiss dan jerman itu melambangkan keluarga kami

Tempat Duduk-duduk santai di pekarangan samping rumah
Bendera indonesia, jepang, swiss dan jerman itu melambangkan keluarga kami

Karena punya ibu yang guru bahasa Indonesia (super galak) maka nilai-nilai bahasa Indonesia anak-anaknya disarankan untuk bagus. Terutama dalam pelajaran membuat karangan. Setiap kali ada karangan, ibuku selalu meminta dulu kerangka karangan, dan beliau selalu bisa membedakan kerangka karangan bentuk deskripsi, persuasi, narasi ataupun eksposisi sementara aku kayanya susah buat menghapal itu.

Beberapa dari kami sering menang dalam lomba esai dan resensi buku antar sekolah. Abangku, kakak-kakakku bahkan puisi dan cerpennya sering muncul di harian lokal. Sementara aku pun tak mau kalah, ikut mengirim cerpen anak-anak ke harian lokal. Aku ingat saat kecil itu karena belum punya KTP maka aku kirim cerpen menggunakan nama abangku. Dan alhamdulillah cerpennya masuk harian waspada padahal aku masih SD :p.

Banyak banget kenangan masa kecil yang menyenangkan. Main congklak dan ludo sampe dimarahi ibuku karena ga mau berhenti. Main catur sama sepupuku yang udah SMA, bikin kartu lebaran sehabis sahur, nonton film little house and the prairie rame-rame sekeluarga di depan tv, makan kepiting bumbu kuning buatan ibuku, dimarahi ayahku gara-gara ketahuan mandi hujan trus demam, dan bolak-balik ke rumah sakit karena asthma, makan jambu air dari belakang rumah pake bumbu rujak ecek-ecekan, main masak-masakan, jalan-jalan sore naik becak dayung berdua dengan ibuku, dan masih banyak lagi.

Oh iyaa deh aku baru ingat ada satu cerita nih pas aku masih kecil banget kalo ga salah aku masih kelas 1 SD, ceritanya nih suatu hari ibuku membawa aku ke sekolahan pada hari libur ga ngerti ada perlu apa dengan si bulek penjaga sekolah kayanya sih nganterin makanan gitu deh. Nah, sekolahanku itu SD negeri yang kadang-kadang dilintasi orang untuk jalan pintas dari jalan ismailiyah ke jalan medan area. Hari itu aku main-main di koridor sekolah sendirian. Dari gerbang aku lihat ada dua orang laki dan perempuan yang jalan menuju gerbang satu lagi (ceritanya mau nyebrang melalui sekolahku itu), karena aku iseng aku pun lari ke arah lorong sekolah yang menuju gerbang satu lagi, ternyata kedua orang itu sedang berhenti, mereka berdekatan dan mulut si laki itu sedang ada di mulut si perempuan. Pada saat itu aku ga paham mereka sedang ngapain. Kebetulan di lorong itu memang gelap dan dinding batas sekolah ke luar cukup tinggi. Mereka berdua gak sadar kalau aku sedang memperatikan.

Dan pada suatu hari ketika aku SMA barulah aku ingat bahwa aku sudah menonton orang yang sedang berciuman. Hadeeeeeh *tepokjidat*.

Foto-foto masa kecilku semua masih tersimpan di album foto di Medan, karena jaman dulu kan kameranya masih pake film gitu yang dicuci cetak jadi deh belum sempat scan-scan foto. Yang jelas masa kecil bersama ayah ibuku dan kakak adikku itu susah diungkapkan dengan kata-kata karena begitu membahagiakan.

Setelah Ibu Pergi Everything Has Changed :'(setelah Ibu pergi 😥

14 thoughts on “#12 Kenangan Masa Kecilku

  1. Sayah belajar banyak bangeeet dari ceritanya Kak Jul inih. Gimana tangguhnya kedua orang tua dan apa yang kudu diajarkan sama anak-anak.
    Caption fotonya bikin merinding Kak. 😦

  2. saya br mw buat foto kluarga april ini Kak pas pulkam. Itupun minus adik yang ga bisa ikut pulkam karna kuliah. Dan tentu minus Bapak yang udah santai di tempat indahnya 😦

    aniway busway, masa kecil emang paling indah ya… smua perhatian dan cinta rasanya cuma sama saya aja waktu itu. Adik-adik bermunculan setelah saya mulai sekolah sih ^^

  3. Sepintas lihat rumah mbak Juli, wowww adem. Pasti bahagia banget memiiki keluarga besar yang kompak n hangat 🙂 Kayaknya hobi sama deh, sama2 suka buat cerpen sjk es de 🙂 Salam hangat selalu ^_^

Leave a reply to helgaindra Cancel reply